Apa sih yang kalian tahu tentang INDONESIA?
Hari kemerdekaan?
Nama presiden dan wakil presidennya?
Lagu kebangsaan?
Nama kota dan daerahnya?
Kebudayaan khas?
Atau mungkin kalian hafal dengan nama pahlawan?
Kalau INDONESIA itu apa?
Negara kepulauankah?
Apa sih kelebihan dari negara kepulauan ini?
Banyak pulau?
Banyak sumber daya mineral?
Atau karena beranekaragamnya flora dan fauna disini?
Hmm, apa itu disebut kelebihan?
Kalau banyaknya pulau, banyaknya sumber daya manusia, dan beranekaragamnya
flora dan fauna di INDONESIA, berarti INDONESIA kaya dong?
Kalau INDONESIA kaya, kok rakyatnya masih TIDAK sejahtera?
Apakah dari sekian pertanyaan saya itu, kalian bisa menjawab semua?
Mungkin tidak, mungkin juga ya!
Memang, akan begitu banyak pertanyaan yang bisa kita lontarkan kepada Ibu
Pertiwi tercinta ini. Namun, siapakah yang akan bertanggung jawab dalam hal menjawab
pertanyaan itu?
Pemerintah?
Elit politik?
Atau rakyat jelata yang belum sejahtera?
Nusantara kita begitu luas, lebih luas dari negara tetangga-Malaysia,
Brunei, Singapura & Timor Leste-bahkan. Tapi, apakah itu dapat menjadi
alasan pemerintah tidak sanggup mensejahterakan rakyat?
INDONESIA bukan hanya Jakarta.
Ingat! Masih banyak daerah khususnya diperbatasan (daerah terluar) yang masih
mengibarkan bendera merah putih.
Jakarta memang ibukota INDONESIA.
Tapi, bisa dilihat betapa memalukannya ibukota itu.
Banjir, sampah, air sungai yang keruh dan berbau, permukiman padat
penduduk, serta pengemis merupakan pemandangan yang pasti tidak sedap dipandang
oleh para pelancong luar negeri.
Jangankan untuk memperhatikan daerah perbatasan, untuk mempercantik ibukota
saja SANG PEJABAT tidak ada yang mampu!
Dalam hal fasilitas misalnya, orang-orang yang mengatakan dirinya “wakil
rakyat” berbondong-bondong memperbaiki rumah mereka di Senayan, dari kursi,
televisi, meja dan lampu.
Hhm! padahal, rumah-rumah rakyat yang katanya “mereka wakili” masih pada
bocor atapnya, dinding berkayu yang sudah dimakan rayap, kursi yang hanya
diwakili dengan sealas tikar, dan lampu yang Cuma diterangi dari sebatang
lilin.
Ditambah lagi jika ada jembatan rusak, pelajar yang ingin menuntut ilmu
harus bertaruh nyawa diatas seutas tali, sedangkan wakilnya berebut untuk
membangun parkiran yang mereka bilang masih kurang.
Dalam bentuk hukuman, para rakyat kecil yang tidak memiliki uang dan
kekuasaan harus menderita akibat kekhilafan kecil.
Hanya karena mengambil “sendal yang tidak bertuan”, kena pidana. Makan
pisang di kebun pisang yang dijaga, harus diperkara dan dituduh mencuri piring
pun lebih parah dihukum daripada para tikus pencuri uang dengan nyata. Belum
lagi kasus-kasus yang sebenarnya tidak patut untuk dipermasalahkan masih tetap
dipersidangkan oleh ELIT yang katanya menegakan hukum.
Belum puas menyakiti hati, keputusan mereka harus kita terima dengan susah
hati. Rumah mereka di Senayan ternyata toiletnya harus diperbaiki, pengharum
ruangan pun harus diganti, dan kalender baru dicetak dengan rapi.
Biaya yang dilucuti mereka ambil dengan sesuka hati, sepertinya mereka tak
mengerti bahwa rakyat sedang bersedih.
Rakyat memang banyak yang masih berduka, korban lumpur LAPINDO yang sampai
saat ini masih mempertanyakan nasib rumah, lahan, dan kegiatan perekonomian
mereka yang hancur akibat lumpur. Ditambah mereka yang berada di daerah rawan
konflik, seperti pada konflik Bima dan Mesuji, warga harus waspada selalu untuk
menghindar dari baku tembak dan bentrok. Belum lagi warga yang berada di
kawasan siaga bencana, perhatian moral dan materil dari pemerintah setempat dan
pusat pasti dibutuhkan. Namun apa daya, rakyat hanya bisa bersuara. Walaupun
suara rakyat tidak pernah mau didengarkan wakil-wakil mereka.
Jika para ELIT PEMERINTAHAN dapat melihat rakyat diluar senayan, apakah
rakyat yang masih banyak yang mengemis, merampok, mengamen, menjual asongan,
menjadi pemulung, dan bahkan menghabisi nyawa sendiri dapat menggerakkan hati
mereka untuk TIDAK KORUPSI?
Tidak adil memang, INDONESIA yang merupakan paru-paru dunia ini harus
memilliki rakyat yang masih terjajah. Bukan terjajah oleh perang dan
tembakan-tembakan negara asing. Tapi rakyat terjajah oleh koruptor-koruptor
dalam negeri yang tak punya hati. Korban berhamburan diluar senayan, bukan korban yang mati ditempat
karena ditembak atau dibunuh secara langsung, tapi korban yang mati secara
perlahan akibat kurangnya makanan, kesehatan yang susah didapat dan tempat
hidup yang layak akibat tidak punya UANG.
Sudah bukan hal aneh mendengar tangisan anak kecil yang kelaparan diujung
negeri, melihat orang-orang lanjut usia bertahan hidup dengan mengais sampah
ditengah ibukota negeri, dan juga menyaksikan kekerasan antarsuku didalam
negeri.
Hal itu karena, Pemerintah, penegak hukum, dan pengadil hanya mementingkan
diri sendiri! Pergerakan mereka untuk mengatasi semua permasalahan sangat
lambat!
Dan pada akhirnya, rakyat hanya bisa menghela nafas. Rakyat hanya bisa
menyaksikan para wakil mereka bersenang-senang dengan keputusan mencengangkan
didalam senayan. Jika protes juga tidak ada guna. Didengar pun hanya sebentar,
perbaikkan citra yang mereka lakukan. INDONESIA memang negara kaya, generasi
muda yang menjadi tulang punggung negara harus bekerja keras. Generasi muda
harus membangun akhlak yang baik untuk menghancurkan para koruptor didalam
negeri. Kerjasama antarmasyarakat dan lembaga sosial dibutuhkan agar
menciptakan negara benar-benar sejahtera. Sejahtera dalam hal kehidupan sosial
dan kehidupan politik serta agama. Harapan rakyat hanya satu, dapat hidup layak di negara yang
masih “akan” dicintai ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar