LAPORAN TETAP
PRAKTIKUM
PESTISIDA DAN APLIKASI
“Seed Treatment”
Oleh
:
ANGGUN RIZQILLAH
05111007114
KELOMPOK 8
KELAS B
PROGRAM STUDI
AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
SRIWIJAYA
INDRALAYA
2013
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Perlakuan benih merupakan
bagian dari sistem produksi benih. Setelah benih dipanen dan diproses, benih
biasanya diberikan perlakuan (seed treatment) untuk berbagai tujuan.
Tujuan perlakuan benih adalah (1) menghilangkan sumber infeksi benih
(disinfeksi) untuk melawan patogen tular benih dan hama, (2) perlindungan
terhadap bibit ketika bibit muncul di permukaan tanah, (3) meningkatkan
perkecambahan atau melindungi benih dari patogen dan hama, perlakuan benih
dengan tujuan seperti ini berupa priming, coating, dan pelletin. Ditinjau dari ilmu penyakit tanaman
(plant pathology), perlakuan benih memiliki tujuan untuk menghilangkan
sumber infeksi (disinfeksi) dan disinfestasi dari benih akibat berbagai
organisme patogen tular benih (seedborne) dan tular tanah (soilborne)
serta hama gudang. Disinfeksi bertujuan melakukan eradikasi patogen yang berada
di kulit benih atau di dalam jaringan benih. Sedangkan disinfestasi ditujukan
untuk mematikan cendawan, bakteri, atau serangga yang berada dipermukaan benih
(surface organism) tetapi belum menginfeksi permukaan benih (Kusumainderawati,1997). Penggunaan teknik
perlakuan benih seperti seed coating, seed pelleting, physiological
seed treatment, seed priming, dan perlakuan benih dengan
mikroorganisme yang menguntungkan (biological seed treatment) bertujuan
untuk melindungi benih yang ditanam dari serangan cendawan. Sedangkan menurut Siswanto (1995), seed priming atau
osmoconditioning adalah perlakuan hidrasi benih terkontrol dengan
larutan osmotik untuk memperbaiki pertumbuhan bibit. Sedangkan matriconditioning
mempunyai tujuan dan prinsip sama dengan osmoconditioning, hanya
pada matriconditioning hidrasi benih menggunakan media lembab yang
didominasi oleh kekuatan matriks. Bahan bioprotektan dan atau pestisida dapat
dikom-binasikan/ditambahkan dalam matricondtioning. Menurut
Adiyoga (1996),
beberapa kondisi benih yang perlu diberi perlakuan benih adalah (1) luka pada
kulit benih yang dapat menstimulasi cendawan untuk memasuki benih sehingga
dapat mematikan benih atau melemahkan kecambah; (2) benih mengalami luka selama
pemanenan dan pascapanen yang dapat memudahkan benih terserang patogen; (3)
benih yang terinfestasi oleh patogen pada saat panen dan saat benih diolah; (4)
benih yang ditanam pada keadaan lingkungan yang tidak sesuai seperti tanah
lembab atau sangat kering sehingga menstimulir pertumbuhan dan perkecambahan
spora cendawan yang dapat menyerang dan merusak benih; dan (5) melindungi
masa-masa perkecambahan dan awal pertumbuhan tanaman dari organisme tular
tanah.
Saat
ini telah banyak dikembangkan teknik perlakuan benih secara biologi dan
organik. Teknik perlakuan benih secara biologi umumnya dengan menggunakan
mikroorganisme. Meningkatnya perlakuan benih dengan agens hayati karena
beberapa alasan diantaranya pestisida sintetis tidak semuanya efektif dan dapat
menyebabkan munculya resistensi baru patogen, serta kurang selektif. Di samping
itu, dampak negatif terhadap keamanan produk pangan, masalah fitotoksisitas
sehubungan dengan penggunaan pestisida berlebihan, pestisida sintetis mulai
dibatasi penggunaannya dengan berbagai ketentuan (Sumarni dan Muharam, 2005).
Perlakuan benih secara hayati sebagai alternatif pengganti bahan kimia sintetis
terbagi menjadi dua, yaitu menggunakan agens biokontrol (biological seed
treatment agents) atau ekstrak nabati (biofungicides seed treatment). Perlakuan benih adalah salah satu
cara untuk menjaga kesehatan benih hingga rentang waktu tertentu. Perlakuan
benih biasanya dibagi menjadi dua macam, yaitu perlakuan fisik dan kimia.
Perlakuan fisik dengan pemanasan dilakukan untuk membunuh mikroorganisme
patogen dan mengembalikan vigor benih seperti saat awal benih dipanen.
B.
Tujuan
Tujuan praktikum kali ini untuk
mengetahui pengaruh seed treatment
terhadap tanaman cabai.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Sistematika Tanaman Cabai
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Solanales
Famili : Solanaceae
Genus : Capsicum
Spesies :
Capsicum annum
B. Botani
Cabai atau cabe merah atau lombok (bahasa Jawa) adalah buah dan
tumbuhan anggota genus Capsicum. Buahnya dapat digolongkan sebagai sayuran
maupun bumbu, tergantung bagaimana digunakan. Sebagai bumbu, buah cabai yang
pedas sangat populer di Asia Tenggara sebagai penguat rasa makanan. Cabe merupakan tanaman perdu dari famili
terong-terongan yang memiliki nama ilmiah Capsicum sp. Cabai keriting merupakan
tanaman musiman dengan tinggi dapat mencapai satu meter, daun berwarna hijau
tua, berbentuk bujur telur dan bunga soliter dengan daun bunga putih (Pitojo, 2003). Cabe
berasal dari benua Amerika tepatnya daerah Peru dan menyebar ke negara-negara
benua Amerika, Eropa dan Asia termasuk Negara Indonesia. Diperkirakan terdapat 20
spesies yang sebagian besar hidup di Negara asalnya. Masyarakat pada umumnya hanya mengenal
beberapa jenis saja, yakni Cabe besar, cabe keriting, cabe rawit dan paprika. Secara umum cabe
memiliki banyak kandungan gizi dan vitamin. Diantaranya Kalori, Protein, Lemak,
Kabohidarat, Kalsium, Vitamin A, B1 dan Vitamin C. Selain digunakan untuk
keperluan rumah tangga, cabe juga dapat digunakan untuk keperluan industri
diantaranya, Industri bumbu masakan, industri makanan dan industri obat-obatan
atau jamu (Prajnanta, 1999).
Cabai merupakan salah satu komoditas sayuran
yang terpenting di Indonesia. Cabai yang dibudidayakan secara luas di Indonesia
termasuk spesies Capsicum annuum L. (misalnya cabai besar dan cabai
keriting) dan C. frutescens L. (misalnya cabai rawit). Cabai keriting memang tanaman komersial karena hasilnya mudah
dipasarkan. Agar produksinya tinggi tanaman itu butuh cara dan saat budidaya
yang tepat. Untuk itu diperlukan benih bermutu dan varietas yang jelas daya
produksinya, umur produktif sekitar 6 bulan, setelah itu harus diremajakan. Salah satu penyakit utama pada pertanaman cabai adalah antraknosa atau pathek yang disebabkan oleh cendawan Colletotrichum
capsici. Pada kondisi lingkungan
yang optimum bagi perkembangan patogen, antraknosa dapat menghancurkan seluruh
areal pertanaman cabai. Penyakit antraknosa sukar dikendalikan karena infeksi
patogennya bersifat laten dan sistemik, penyebaran inokulum dilakukan melalui
benih (seed borne) atau angin serta dapat bertahan pada sisa-sisa
tanaman sakit. Serangan patogen antraknosa pada fase pembungaan menyebabkan persentase
benih terinfeksi tinggi walaupun benih tampak sehat. Cendawan C. capsici
dapat menyerang inang pada segala fase pertumbuhan. Untuk mengembangkan budidaya cabe diluar
musim perlu diterapkan teknologi budidaya yang tepat dan biasanya berbeda
dengan teknologi budidaya pada masa tanam biasa. Dengan penerapan
teknologi budidaya cabe merah yang ditanam pada musim penghujan diharapkan
dapat dihasilkan cabe yang tidak kalah produksi dan kualitasnya dibanding
produksi cabe yang pada ditanam pada musim kemarau (Sinaga, 1992).
C. Syarat Tumbuh
Syarat
tumbuh untuk tanaman cabe antara lain tanah yang gembur, remah, tidak
terlalu liat, tidak terlalu porous, kaya bahan organik dan pH tanah 5,5 –
6,8. Tanaman cabai keriting merupakan tumbuhan perdu yang
berkayu, tumbuh di daerah dengan iklim tropis. Tanaman ini dapat tumbuh dan
berkembang biak didataran tinggi maupun dataran rendah. Pada umumnya cabai
keriting dapat ditanam di dataran rendah sampai pegunungan (dataran tinggi),
tanaman cabe ini membutuhkan iklim tidak terlalu dingin dan tidak terlalu
lembab. Temperatur yang baik untuk tanaman cabai keriting adalah 24 – 27 0C,
dan untuk pembentukan buah pada kisaran 16 – 23 0C. Cabai keriting
dapat dibudidayakan dengan produksi yang baik mulai dari ketinggian 0 – 1.300 m
dpl. Lahannya bertanah gembur dan subur. Suhu udara 16-32oC.
kelembapan udara tinggi, tapi jangan sampai terlalu basah. Hampir semua jenis
tanah yang cocok untuk budidaya tanaman pertanian, cocok pula bagi tanaman
cabai keriting. Untuk mendapatkan kuantitas dan kualitas hasil yang tinggi,
cabai keriting menghendaki tanah yang subur, gembur, kaya akan organik, tidak
mudah becek (menggenang), bebas cacing (nematoda) dan penyakit tular tanah. Air yang diperlukan tersedia cukup dengan drainase yang
baik.
Varietas
yang dapat digunakan untuk budidaya cabe off season adalah cabe keriting TM
999, paris Minyak, cabe jatilaba, cabe besar Tit Super, cabe merah keriting
lokal, Cabe hibrida (Hot Beauty, Hero). Benih yang digunakan untuk
budidaya off season ini hendaknya benih yang bebas dari hama dan penyakit,
masak pohon, berwarna merah, daya tumbuh ± 80%, seragam dan bersih dari
kotoran. Wiryanta (2002)
mengemukakan bahwa tanaman cabai yang sudah mulai berproduksi membutuhkan unsur
hara makro P dan K serta unsur hara mikro B, Mo, Cu, Zn, Fe, dan Mn untuk
membantu pemasakan buah, menguatkan batang, dan menunjang pertumbuhan
generatif. Bila unsur hara makro dan mikro tidak tersedia dalam tanah dalam jumlah
yang cukup maka diperlukan tambahan pupuk melalui akar atau daun guna mencukupi
kebutuhan tanaman untuk mempertahankan pertumbuhannya. Setelah
berumur 2,5 bulan biasanya tanaman sudah menghasilkan buah, dan bisa dilakukan
panen pertama. Panen berikutnya 7 hari sekali dengan hasil yang semakin
meningkat. Jika rata-rata 6 bulan, dalam satu musim bisa dipetik sampai 18 kali
dengan hasil panen total 10-20 ton per hektar. Tingginya hasil sangat
tergantung dari jarak tanam, varietas tanaman yang ditanam, dan
pemeliharaannya.
III.
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
A.
Tempat dan Waktu
Praktikum ini dilakukan di Laboratorium Insekta
(Insectarium) Jurusan Hama Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas
Sriwijaya Indaralaya pada hari Selasa, tanggal 14 Mei
2013 pada pukul 10.00 WIB sampai selesai.
B.
Alat dan Bahan
Alat yang
digunakan yaitu : Polibag, sedangkan
bahan yang dibutuhkan untuk praktikum kali ini yaitu : Air, benih cabai (Pestisida dan non
Pestisida), dan tanah.
C.
Cara Kerja
1.
Siapkan alat dan bahan yang akan
digunakan
2.
Masukkan
tanah kedalam polibag, lalu gemburkan
3.
Rendam
benih (pestisida dan non pestisida) dalam wadah yang berbeda selama 5 menit
4.
Kemudian masukkan benih ke polibag (satu polibag untuk 10 benih yang
non pestisida dan satu polibag lagi dengan 10 benih pestisisda)
5.
Amati
pertumbuhan benih, hitung jumlah daun dan tinggi tanaman cabai tersebut.
IV.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
A.
Hasil
Tanggal/hari
|
Jumlah
benih yang tumbuh
|
Keterangan
|
|
Benih
pestisida
|
Benih
non pestisida
|
||
14 mei
2013/ Selasa
|
0
|
0
|
Belum tumbuh
|
15 mei 2013/
Rabu
|
0
|
0
|
Belum tumbuh
|
16 mei
2013/ Kamis
|
0
|
0
|
Belum tumbuh
|
17 mei
2013/ Jumat
|
0
|
0
|
Belum tumbuh
|
20 mei
2013/ Senin
|
4
|
5
|
Tanaman cabai tumbuh, tetapi daun
belum muncul
|
21 mei
2013/ Selasa
|
1) 1,3
cm
2) 2,5
cm
3) 3,2
cm
4) 4,1
cm
|
1) 3,2
cm
2) 4,1
cm
3) 2,2
cm
4) 3,5
cm
5) 4,3
cm
|
Benih non pestisida lebih banyak
yang tumbuh
|
22 mei
2013/ Rabu
|
1) 1,3
cm
2) 2,7
cm
3) 3,4
cm
4) 4,2
cm
|
1) 3,3
cm
2) 4,1
cm
3) 2,4
cm
4) 3,7
cm
5) 4,2
cm
|
Benih non pestisida lebih banyak
yang tumbuh
|
23 mei
2013/ Kamis
|
8
|
10
|
Benih non pestisida lebih banyak
yang tumbuh
|
24 mei
2013/ Jumat
|
1) 1,5
cm
2) 3,0
cm
3) 3,5
cm
4) 4,5
cm
5) 1,2
cm
6) 2,1
cm
7) 3,2
cm
8) 4,0
cm
|
1) 3,5
cm
2) 4,5
cm
3) 2,6
cm
4) 4,1
cm
5) 5,3
cm
6) 2,2
cm
7) 1,3
cm
8) 4,0
cm
9) 2,3
cm
10) 1,0
cm
|
Benih non pestisida lebih banyak
yang tumbuh
|
B. Pembahasan
Praktikum seed treatment ini dilakukan di
laboratorium insekta, praktikum ini sempat dilakukan dua kali karena praktikan
tidak mengamati pertumbuhan tanaman setiap harinya selama dua minggu.
Pertumbuhan benih disini dilakukan dengan membandingkan jumlah tanamn yang
tumbuh dan tinggi tanaman pada masing – masing perlakuan. Penggunaan dua
polibag diharapakan dapat terlihat jelas perbandingan dari pertumbuhan tanaman
cabai tersebut. Memang pada dasarnya, perlakuan benih non pestisida tumbuh
lebih banyak daripada yang memakai pestisida. Perlakuan benih dengan pestisida
bertujuan untuk menggurangi gejala ataupun infeksi benih dari hama gudang
ataupun penyakit tular yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman cabai itu
sendiri. Cabai (Capsicum annuum L.) sebagai sayuran buah mempunyai rasa
buah spesifik pedas, yang sebagian terbesar dikonsumsi sebagai cabai merah
pedas yang berukuran panjang besar atau keriting.tanaman cabai hidup pada tanah
yang tidak terlalu kering dan tidak terlalu basah. Keberhasilan usahatani cabai
di lahan kering sangat ditentukan oleh ketepatan pola tanam dan saat tanam
untuk memanfaatkan air dari hujan sepanjang tahun. Pemilihan varietas,
pembenihan, pertanaman di lapang, pemeliharaan sampai dengan panen dan penanganan
pasca panen merupakan tahapan teknis yang perlu dilaksanakan secara benar dan
sesuai agar saling mendukung untuk keberhasilan maksimal.
Praktikum pestisida
yang dilakukan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh seed treatment terhadap tanaman cabai. Dari pengamatan yang
dilakukan, perlakuan seed treatment
memang tidak begitu berpengaruh terhadap morfologi pertumbuhan tanaman. Bahkan
bias dikatakan, benih tanpa perlakuan pestisida tumbuh lebih cepat dan banyak
dibanding benih dengan perlakuan pestisida. Tanaman cabai keriting dipilih
karena pertumbuhannya cepat dan mudah untuk dibudidayakan. Cabai merah keriting
merupakan varietas yang sangat digemari masyarakat karena mudah dijumpai dan
rasanya yang pedas. Seed treatment
yang dilakukan pada benih tanaman cabai tidak mempengaruhi pertumbuhan tanaman
itu sendiri.
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1.
Perlakuan terhadap benih tidak
berpengaruh signifikan terhadap pertumbuan tanaman.
2.
Benih non pestisida lebi banyak tumbu
daripada beni pestisisda.
3.
Tanaman cabai tumbuh di daerah yang
tidak kering dan tidak lembab.
4.
Penyakit yang sering menyerang tanaman
cabai yaitu antraknosa.
5.
Perlakuan benih seed treatment dilakukan untuk mengurangi infeksi benih dari hama
gudang dan penyakit menular tanaman sebelum ditanam.
B. Saran
Sebaiknya perlengkapan dan fasilitas praktikum lebih
dilengkapi. Dan penjelasan yang dilakukan lebih diperlambat serta saat
pelaksanaan praktikum asisten mendampingi praktikan ketika uji coba.
DAFTAR
PUSTAKA
Adiyoga, W. 1996.
Produksi dan Konsumsi Cabai Merah Dalam Teknologi Produksi Cabai Merah.
BALITSA: 4-13.
Kusumainderawati, E.P. 1997.
Introduksi dan Uji Adaptasi Varietas Cabai (C. annuum L ). Pros. Seminar
Hasil Penel. dan Pengkajian Komoditas Unggulan: 182-197.
Pitojo,
S. 2003. Benih Cabai. Seri Penangkaran. Kanisius, Yogyakarta. hlm. 10.
Prajnanta, F. 1999.
Agribisnis Cabai Hibrida. Cetakan
ke-6. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sinaga, M. S. 1992. Kemungkinan
Pengendalian Hayati Bagi Colletotrichum capsici (Syd) Bult. Et Bisby
Penyebab Antraknosa pada Cabai. Laporan Akhir: Penelitian Pendukung PHT dalam
Rangka Pelaksanaan Program Nasional Pengendalian Hama Terpadu. Kerjasama Proyek
Prasarana Fisik Bappenas dengan Fakultas Pertanian. IPB, Bogor.
Siswanto, A. 1995.
Kesesuaian Lahan Untuk Pengembangan Tanaman Cabai Dalam Agribisnis
Cabai. Penebar Swadaya. Jakarta: 82-97
Sumarni, N dan A.
Muharam. 2005. Budidaya cabai merah. Panduan teknis PTT cabai merah No. 2.
Balitsa.
Wiryanta, B.T.W. 2002. Bertanam Cabai pada Musim Hujan. Agromedia
Pustaka, Jakarta. hlm. 5.