Welcome in my blog

Welcome in my blog

Selasa, 28 Mei 2013

laporan pestisida



LAPORAN TETAP
PRAKTIKUM PESTISIDA DAN APLIKASI
“Seed Treatment”





Oleh :
ANGGUN RIZQILLAH
05111007114
KELOMPOK 8
KELAS B




PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA
2013
I.                   PENDAHULUAN
A.                Latar Belakang
Perlakuan benih merupakan bagian dari sistem produksi benih. Setelah benih dipanen dan diproses, benih biasanya diberikan perlakuan (seed treatment) untuk berbagai tujuan. Tujuan perlakuan benih adalah (1) menghilangkan sumber infeksi benih (disinfeksi) untuk melawan patogen tular benih dan hama, (2) perlindungan terhadap bibit ketika bibit muncul di permukaan tanah, (3) meningkatkan perkecambahan atau melindungi benih dari patogen dan hama, perlakuan benih dengan tujuan seperti ini berupa priming, coating, dan pelletin. Ditinjau dari ilmu penyakit tanaman (plant pathology), perlakuan benih memiliki tujuan untuk menghilangkan sumber infeksi (disinfeksi) dan disinfestasi dari benih akibat berbagai organisme patogen tular benih (seedborne) dan tular tanah (soilborne) serta hama gudang. Disinfeksi bertujuan melakukan eradikasi patogen yang berada di kulit benih atau di dalam jaringan benih. Sedangkan disinfestasi ditujukan untuk mematikan cendawan, bakteri, atau serangga yang berada dipermukaan benih (surface organism) tetapi belum menginfeksi permukaan benih (Kusumainderawati,1997). Penggunaan teknik perlakuan benih seperti seed coating, seed pelleting, physiological seed treatment, seed priming, dan perlakuan benih dengan mikroorganisme yang menguntungkan (biological seed treatment) bertujuan untuk melindungi benih yang ditanam dari serangan cendawan. Sedangkan menurut Siswanto (1995), seed priming atau osmoconditioning adalah perlakuan hidrasi benih terkontrol dengan larutan osmotik untuk memperbaiki pertumbuhan bibit. Sedangkan matriconditioning mempunyai tujuan dan prinsip sama dengan osmoconditioning, hanya pada matriconditioning hidrasi benih menggunakan media lembab yang didominasi oleh kekuatan matriks. Bahan bioprotektan dan atau pestisida dapat dikom-binasikan/ditambahkan dalam matricondtioning. Menurut Adiyoga (1996), beberapa kondisi benih yang perlu diberi perlakuan benih adalah (1) luka pada kulit benih yang dapat menstimulasi cendawan untuk memasuki benih sehingga dapat mematikan benih atau melemahkan kecambah; (2) benih mengalami luka selama pemanenan dan pascapanen yang dapat memudahkan benih terserang patogen; (3) benih yang terinfestasi oleh patogen pada saat panen dan saat benih diolah; (4) benih yang ditanam pada keadaan lingkungan yang tidak sesuai seperti tanah lembab atau sangat kering sehingga menstimulir pertumbuhan dan perkecambahan spora cendawan yang dapat menyerang dan merusak benih; dan (5) melindungi masa-masa perkecambahan dan awal pertumbuhan tanaman dari organisme tular tanah.
Saat ini telah banyak dikembangkan teknik perlakuan benih secara biologi dan organik. Teknik perlakuan benih secara biologi umumnya dengan menggunakan mikroorganisme. Meningkatnya perlakuan benih dengan agens hayati karena beberapa alasan diantaranya pestisida sintetis tidak semuanya efektif dan dapat menyebabkan munculya resistensi baru patogen, serta kurang selektif. Di samping itu, dampak negatif terhadap keamanan produk pangan, masalah fitotoksisitas sehubungan dengan penggunaan pestisida berlebihan, pestisida sintetis mulai dibatasi penggunaannya dengan berbagai ketentuan (Sumarni dan Muharam, 2005). Perlakuan benih secara hayati sebagai alternatif pengganti bahan kimia sintetis terbagi menjadi dua, yaitu menggunakan agens biokontrol (biological seed treatment agents) atau ekstrak nabati (biofungicides seed treatment). Perlakuan benih adalah salah satu cara untuk menjaga kesehatan benih hingga rentang waktu tertentu. Perlakuan benih biasanya dibagi menjadi dua macam, yaitu perlakuan fisik dan kimia. Perlakuan fisik dengan pemanasan dilakukan untuk membunuh mikroorganisme patogen dan mengembalikan vigor benih seperti saat awal benih dipanen.

B.     Tujuan
            Tujuan praktikum kali ini untuk mengetahui pengaruh seed treatment terhadap tanaman cabai.


II.                TINJAUAN PUSTAKA
A.    Sistematika Tanaman Cabai
Kingdom : Plantae
Divisi       : Magnoliophyta
Kelas        : Magnoliopsida
Ordo        : Solanales
Famili       : Solanaceae
Genus      : Capsicum
Spesies     : Capsicum annum
B.     Botani
            Cabai atau cabe merah atau lombok (bahasa Jawa) adalah buah dan tumbuhan anggota genus Capsicum. Buahnya dapat digolongkan sebagai sayuran maupun bumbu, tergantung bagaimana digunakan. Sebagai bumbu, buah cabai yang pedas sangat populer di Asia Tenggara sebagai penguat rasa makanan. Cabe merupakan tanaman perdu dari famili terong-terongan yang memiliki nama ilmiah Capsicum sp. Cabai keriting merupakan tanaman musiman dengan tinggi dapat mencapai satu meter, daun berwarna hijau tua, berbentuk bujur telur dan bunga soliter dengan daun bunga putih (Pitojo, 2003). Cabe berasal dari benua Amerika tepatnya daerah Peru dan menyebar ke negara-negara benua Amerika, Eropa dan Asia termasuk Negara Indonesia. Diperkirakan terdapat 20 spesies yang sebagian besar hidup di Negara asalnya. Masyarakat pada umumnya hanya mengenal beberapa jenis saja, yakni Cabe besar, cabe keriting, cabe rawit dan paprika. Secara umum cabe memiliki banyak kandungan gizi dan vitamin. Diantaranya Kalori, Protein, Lemak, Kabohidarat, Kalsium, Vitamin A, B1 dan Vitamin C. Selain digunakan untuk keperluan rumah tangga, cabe juga dapat digunakan untuk keperluan industri diantaranya, Industri bumbu masakan, industri makanan dan industri obat-obatan atau jamu (Prajnanta, 1999).
            Cabai merupakan salah satu komoditas sayuran yang terpenting di Indonesia. Cabai yang dibudidayakan secara luas di Indonesia termasuk spesies Capsicum annuum L. (misalnya cabai besar dan cabai keriting) dan C. frutescens L. (misalnya cabai rawit). Cabai keriting memang tanaman komersial karena hasilnya mudah dipasarkan. Agar produksinya tinggi tanaman itu butuh cara dan saat budidaya yang tepat. Untuk itu diperlukan benih bermutu dan varietas yang jelas daya produksinya, umur produktif sekitar 6 bulan, setelah itu harus diremajakan. Salah satu penyakit utama pada pertanaman cabai adalah antraknosa atau pathek yang disebabkan oleh cendawan Colletotrichum capsici. Pada kondisi lingkungan yang optimum bagi perkembangan patogen, antraknosa dapat menghancurkan seluruh areal pertanaman cabai. Penyakit antraknosa sukar dikendalikan karena infeksi patogennya bersifat laten dan sistemik, penyebaran inokulum dilakukan melalui benih (seed borne) atau angin serta dapat bertahan pada sisa-sisa tanaman sakit. Serangan patogen antraknosa pada fase pembungaan menyebabkan persentase benih terinfeksi tinggi walaupun benih tampak sehat. Cendawan C. capsici dapat menyerang inang pada segala fase pertumbuhan. Untuk mengembangkan budidaya cabe diluar musim perlu diterapkan teknologi budidaya yang tepat dan biasanya berbeda dengan teknologi budidaya pada masa tanam biasa.  Dengan penerapan teknologi budidaya cabe merah yang ditanam pada musim penghujan diharapkan dapat dihasilkan cabe yang tidak kalah produksi dan kualitasnya dibanding produksi cabe yang pada ditanam pada musim kemarau (Sinaga, 1992).
C.    Syarat Tumbuh
Syarat tumbuh  untuk tanaman cabe antara lain tanah yang gembur, remah, tidak terlalu liat, tidak terlalu porous, kaya bahan organik dan  pH tanah 5,5 – 6,8. Tanaman cabai keriting merupakan tumbuhan perdu yang berkayu, tumbuh di daerah dengan iklim tropis. Tanaman ini dapat tumbuh dan berkembang biak didataran tinggi maupun dataran rendah. Pada umumnya cabai keriting dapat ditanam di dataran rendah sampai pegunungan (dataran tinggi), tanaman cabe ini membutuhkan iklim tidak terlalu dingin dan tidak terlalu lembab. Temperatur yang baik untuk tanaman cabai keriting adalah 24 – 27 0C, dan untuk pembentukan buah pada kisaran 16 – 23 0C. Cabai keriting dapat dibudidayakan dengan produksi yang baik mulai dari ketinggian 0 – 1.300 m dpl. Lahannya bertanah gembur dan subur. Suhu udara 16-32oC. kelembapan udara tinggi, tapi jangan sampai terlalu basah. Hampir semua jenis tanah yang cocok untuk budidaya tanaman pertanian, cocok pula bagi tanaman cabai keriting. Untuk mendapatkan kuantitas dan kualitas hasil yang tinggi, cabai keriting menghendaki tanah yang subur, gembur, kaya akan organik, tidak mudah becek (menggenang), bebas cacing (nematoda) dan penyakit tular tanah. Air yang diperlukan tersedia cukup dengan drainase yang baik.   
Varietas yang dapat digunakan untuk budidaya cabe off season adalah cabe keriting TM 999, paris Minyak, cabe jatilaba, cabe besar Tit Super, cabe merah keriting lokal, Cabe hibrida (Hot Beauty, Hero).  Benih yang digunakan untuk budidaya off season ini hendaknya benih yang bebas dari hama dan penyakit, masak pohon, berwarna merah, daya tumbuh ± 80%, seragam dan bersih dari kotoran. Wiryanta (2002) mengemukakan bahwa tanaman cabai yang sudah mulai berproduksi membutuhkan unsur hara makro P dan K serta unsur hara mikro B, Mo, Cu, Zn, Fe, dan Mn untuk membantu pemasakan buah, menguatkan batang, dan menunjang pertumbuhan generatif. Bila unsur hara makro dan mikro tidak tersedia dalam tanah dalam jumlah yang cukup maka diperlukan tambahan pupuk melalui akar atau daun guna mencukupi kebutuhan tanaman untuk mempertahankan pertumbuhannya. Setelah berumur 2,5 bulan biasanya tanaman sudah menghasilkan buah, dan bisa dilakukan panen pertama. Panen berikutnya 7 hari sekali dengan hasil yang semakin meningkat. Jika rata-rata 6 bulan, dalam satu musim bisa dipetik sampai 18 kali dengan hasil panen total 10-20 ton per hektar. Tingginya hasil sangat tergantung dari jarak tanam, varietas tanaman yang ditanam, dan pemeliharaannya.
III.             PELAKSANAAN PRAKTIKUM
A.    Tempat dan Waktu
Praktikum ini dilakukan di Laboratorium Insekta (Insectarium) Jurusan Hama Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya Indaralaya pada hari Selasa, tanggal 14 Mei 2013 pada pukul 10.00 WIB sampai selesai.

B.     Alat dan Bahan
Alat yang digunakan yaitu : Polibag, sedangkan bahan yang dibutuhkan untuk praktikum kali ini yaitu : Air, benih cabai (Pestisida dan non Pestisida), dan tanah.

C.    Cara Kerja
1.      Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2.      Masukkan tanah kedalam polibag, lalu gemburkan
3.      Rendam benih (pestisida dan non pestisida) dalam wadah yang berbeda selama 5 menit
4.      Kemudian masukkan benih ke polibag (satu polibag untuk 10 benih yang non pestisida dan satu polibag lagi dengan 10 benih pestisisda)
5.      Amati pertumbuhan benih, hitung jumlah daun dan tinggi tanaman cabai tersebut.








IV.             HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Hasil
Tanggal/hari
Jumlah benih yang tumbuh

Keterangan
Benih pestisida
Benih non pestisida
14 mei 2013/ Selasa
0
0
Belum tumbuh
15 mei 2013/ Rabu
0
0
Belum tumbuh
16 mei 2013/ Kamis
0
0
Belum tumbuh
17 mei 2013/ Jumat
0
0
Belum tumbuh
20 mei 2013/ Senin
4
5
Tanaman cabai tumbuh, tetapi daun belum muncul
21 mei 2013/ Selasa
1) 1,3 cm
2) 2,5 cm
3) 3,2 cm
4) 4,1 cm
1) 3,2 cm
2) 4,1 cm
3) 2,2 cm
4) 3,5 cm
5) 4,3 cm
Benih non pestisida lebih banyak yang tumbuh
22 mei 2013/ Rabu
1) 1,3 cm
2) 2,7 cm
3) 3,4 cm
4) 4,2 cm
1) 3,3 cm
2) 4,1 cm
3) 2,4 cm
4) 3,7 cm
5) 4,2 cm
Benih non pestisida lebih banyak yang tumbuh
23 mei 2013/ Kamis
8
10
Benih non pestisida lebih banyak yang tumbuh
24 mei 2013/ Jumat
1) 1,5 cm
2) 3,0 cm
3) 3,5 cm
4) 4,5 cm
5) 1,2 cm
6) 2,1 cm
7) 3,2 cm
8) 4,0 cm
1) 3,5 cm
2) 4,5 cm
3) 2,6 cm
4) 4,1 cm
5) 5,3 cm
6) 2,2 cm
7) 1,3 cm
8) 4,0 cm
9) 2,3 cm
10) 1,0 cm
Benih non pestisida lebih banyak yang tumbuh























B.     Pembahasan
Praktikum seed treatment ini dilakukan di laboratorium insekta, praktikum ini sempat dilakukan dua kali karena praktikan tidak mengamati pertumbuhan tanaman setiap harinya selama dua minggu. Pertumbuhan benih disini dilakukan dengan membandingkan jumlah tanamn yang tumbuh dan tinggi tanaman pada masing – masing perlakuan. Penggunaan dua polibag diharapakan dapat terlihat jelas perbandingan dari pertumbuhan tanaman cabai tersebut. Memang pada dasarnya, perlakuan benih non pestisida tumbuh lebih banyak daripada yang memakai pestisida. Perlakuan benih dengan pestisida bertujuan untuk menggurangi gejala ataupun infeksi benih dari hama gudang ataupun penyakit tular yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman cabai itu sendiri. Cabai (Capsicum annuum L.) sebagai sayuran buah mempunyai rasa buah spesifik pedas, yang sebagian terbesar dikonsumsi sebagai cabai merah pedas yang berukuran panjang besar atau keriting.tanaman cabai hidup pada tanah yang tidak terlalu kering dan tidak terlalu basah. Keberhasilan usahatani cabai di lahan kering sangat ditentukan oleh ketepatan pola tanam dan saat tanam untuk memanfaatkan air dari hujan sepanjang tahun. Pemilihan varietas, pembenihan, pertanaman di lapang, pemeliharaan sampai dengan panen dan penanganan pasca panen merupakan tahapan teknis yang perlu dilaksanakan secara benar dan sesuai agar saling mendukung untuk keberhasilan maksimal.
Praktikum pestisida yang dilakukan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh seed treatment terhadap tanaman cabai. Dari pengamatan yang dilakukan, perlakuan seed treatment memang tidak begitu berpengaruh terhadap morfologi pertumbuhan tanaman. Bahkan bias dikatakan, benih tanpa perlakuan pestisida tumbuh lebih cepat dan banyak dibanding benih dengan perlakuan pestisida. Tanaman cabai keriting dipilih karena pertumbuhannya cepat dan mudah untuk dibudidayakan. Cabai merah keriting merupakan varietas yang sangat digemari masyarakat karena mudah dijumpai dan rasanya yang pedas. Seed treatment yang dilakukan pada benih tanaman cabai tidak mempengaruhi pertumbuhan tanaman itu sendiri.
V.                KESIMPULAN DAN SARAN
A.    Kesimpulan
1.      Perlakuan terhadap benih tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuan tanaman.
2.      Benih non pestisida lebi banyak tumbu daripada beni pestisisda.
3.      Tanaman cabai tumbuh di daerah yang tidak kering dan tidak lembab.
4.      Penyakit yang sering menyerang tanaman cabai yaitu antraknosa.
5.      Perlakuan benih seed treatment dilakukan untuk mengurangi infeksi benih dari hama gudang dan penyakit menular tanaman sebelum ditanam.


B.     Saran
Sebaiknya perlengkapan dan fasilitas praktikum lebih dilengkapi. Dan penjelasan yang dilakukan lebih diperlambat serta saat pelaksanaan praktikum asisten mendampingi praktikan ketika uji coba.







DAFTAR PUSTAKA



Adiyoga, W. 1996. Produksi dan Konsumsi Cabai Merah Dalam Teknologi Produksi Cabai Merah. BALITSA: 4-13.
Kusumainderawati, E.P. 1997. Introduksi dan Uji Adaptasi Varietas Cabai (C. annuum L ). Pros. Seminar Hasil Penel. dan Pengkajian Komoditas Unggulan: 182-197.
Pitojo, S. 2003. Benih Cabai. Seri Penangkaran. Kanisius, Yogyakarta. hlm. 10.
Prajnanta, F.  1999.  Agribisnis Cabai Hibrida.  Cetakan ke-6.  Penebar Swadaya, Jakarta.
Sinaga, M. S. 1992. Kemungkinan Pengendalian Hayati Bagi Colletotrichum capsici (Syd) Bult. Et Bisby Penyebab Antraknosa pada Cabai. Laporan Akhir: Penelitian Pendukung PHT dalam Rangka Pelaksanaan Program Nasional Pengendalian Hama Terpadu. Kerjasama Proyek Prasarana Fisik Bappenas dengan Fakultas Pertanian. IPB, Bogor.
Siswanto, A. 1995. Kesesuaian Lahan Untuk Pengembangan Tanaman Cabai Dalam Agribisnis Cabai. Penebar Swadaya. Jakarta: 82-97
Sumarni, N dan A. Muharam. 2005. Budidaya cabai merah. Panduan teknis PTT cabai merah No. 2. Balitsa.
Wiryanta, B.T.W. 2002. Bertanam Cabai pada Musim Hujan. Agromedia Pustaka, Jakarta. hlm. 5.