Rigidoporus
lignosus
(Jamur Akar Putih)
Klasifikasi
Kingdom : Fungi
Divisio : Mycetaceae
Sub
Divisio : Amestigomycots
Kelas
: Basidiomycetes
Ordo
: Homobasidiomycetes
Famili
: Polyperales
Genus : Rigidoporus
Spesies : Rigidoporus microporus (Swartz:
Fr.) Van overeem atau
Rigidoporus
lignosus (Klotzsch)
Morfologi
Jamur akar putih (JAP) membentuk tubuhnya seperti kipas tebal dengan
warna dipermukaan atasnya berwarna cokelat kekuning-kuningan pucat dan
permukaan bawahnya berwarna cokelat kemerahan. Struktur serat memiliki tebal
2,8 – 4,5 μm dengan tepi agak tipis dan berwarna kuning putih. Sifat JAP agak berkayu dengan zona
pertumbuhan sesuai dengan sekat yang tebal. Lignosus
atau Rigidoporus microporus jamur
yang bersifat parasit fakultatif, artinya dapat hidup sebagai saprofit yang
kemudian menjadi parasit. Jamur lignosus
atau Rigidoporus microporus tidak dapat bertahan hidup apabila
tidak ada sumber makanan. Bila belum ada inang jamur ini bertahan di sisa-sisa
tunggul (Liyanage, 1976).
Faktor yang mempengaruhi perkembangan
penyakit JAP yaitu tanah yang gembur dan bersifat netral (pH 6 – 7) dengan suhu
lebih dari 20oC. Begitupun saat musim hujan, jamur akan cepat
berkembang dengan baik. Rigidoporus
lignosus atau Rigidoporus microporus
dapat tumbuh baik pada kelembapan diatas 90%, kandungan bahan organik tinggi
serta aerasi yang baik. Apabila kondisi isesuai dengan faktor tersebut, patogen
dapat menjalar sejauh 30 cm dalam waktu 2 minggu.
Deskripsi
Penyakit jamur akar putih disebabkan oleh Rigidoporus lignosus atau
Rigidoporus microporus yang menyerang akar tunggang. Pada permukaan akar
yang sakit, terdapat benang-benang miselium jamur (Rizomorf) berwarna putih
menjalar di sepanjang akar. Di sini benang-benang meluas atau bercabang seperti
jala. Apabila leher akar tanaman yang
terserang dibuka, akan tampak rizomorf jamur berwarna putih, baik diakar
tunggang ataupun di akar lateral. Akar- akar tersebut akan busuk dan tanaman
akan mati.Rigidoporus lignosus atau Rigidoporus microporus membentuk badan
yang mirip topi dengan spora disebarkan oleh angin yang akan jatuh dan berubah
menjadi koloni (Sinulingga, 1989).
Pada tanaman muda, gejalanya mirip dengan
tanaman yang mengalami kekeringan. Daun-daun berwarna hijau kusam dan lebih
tebal dari yang normal. Daun tersebut akhirnya menjadi cokelat dan mengering. Penyebaran
JAP yang paling efektif yaitu melalui kontak akar. Apabila akar-akar tanaman
sehat saling bersinggungan dengan akar tanaman karet yang sakit, maka rizomorf
JAP akan menjalar pada tanaman yang sehat kemudian menuju leher akar dan
selanjutnya menginfeksi akar lateral lainnya. Tanaman yang terinfeksi ini akan
menjadi sumber infeksi pada tanaman jirannya, sehingga perkembangan penyakit
semakin lama semakin meluas (Sujatno, 2007).
Gejala
1. Tanaman
mati mendadak seperti tersiram air panas
2. Daun
berwarna hijau gelap dan kusam serta keriput, dengan permukaan daun menelungkup
3. Terbentuk
buah lebih awal pada tanaman muda yang seharusnya bukan waktu yang tepat untuk berbuah
dengan tajuk tipis
4. Akar
membusuk, lunak dan berwarna cokelat
5.
Jika sistem perakaran
dibuka, maka akan terlihat benang-benang berwarna putih kekuning-kuningan yang
menyerupai akar rambut yang menempel kuat pada akar
Pengendalian
Menurut Semangun (2000),
pengendalian dapat dibagi menjadi dua kelompok kegiatan, yaitu:
·
Membersikan sumber infeksi, sebelum dan sesudah penanaman karet : Penanaman bibit dilapangan diusahakan bukan bibit yang sudah
terserang JAP. Bibit bebas JAP ini didapatkan pada saat penyeleksian bibit yang
akan ditanam dari pembibitan, karena bibit yang sakit dapat menjadi sumber
infeksi di kebun. Infeksi pada bibit dapat dikurangi dengan cara pemberian
belerang cirrus sebanyak 250 kg per ha pembibitan atau ditaburkan diantara
barisan tanaman pada waktu bibit berumur 2 bulan (Semangun, 2000).
·
Mencegah meluasnya penyakit dalam kebun :
Pegendalian jamur akar putih sebaiknya dilakukan dengan kombinasi antara cara
kimia dan cara biologis, walaupun cara kimia menunjukkan hasil yang lebih
efektif daripada biologis. Pada aplikasi per pohon, pengobatan secara kimia
misalnya dengan pengaplikasian fungisida Bayleton dengan dosis 5 cc/L air.
Dengan membuat parit isolasi agar campuran Bayleton tersebut dapat terserap ke
dalam perakaran tanaman. Aplikasi berdasarkan umur tanaman dengan dosis 250
ml/pohon (umur <1 tahun), 500 ml/pohon (umur 2-3 tahun) dan 1000 ml/pohon
(>3 tahun) (Ilahang, 2007).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar